Wilujeng Rawuh wonten ing Blog kulo........

Dumateng para pandemen budaya Jawi, mliginipun bab Protokoler Jawi utawi Pambiwara, wonten Blog kulo samangke badhe kulo andharaken babagan Pambiwara ingkang leres lan pas kaliyan papan utawi panggenan, kanthi basa ingkang simpel ananging mboten ngurangi isi utawi bobotipun.
Sumber ingkang kulo pendet inggih meniko saking Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat kaliyan Pura Mangkunegaran, ingkang kala semanten sampun dipun teliti kaliyan Bp. Ir. Hary Murcahyanto, M.Hum

Kamis, 10 November 2011

PERALATAN PERKAWINAN ( URUT-URUTAN / TATACARA MANTU )


TATA UPACARA MANTU
( PERALATAN PERKAWINAN)

1.      PASANG TARUP
Pada umumnya bangunan rumah yang tidak besar / tidak luas, tidak dapat menampung jumlah tamu yang besar kalau rumah tersebut untuk menyelenggarakan upacara mantu (peralatan perkawinan) yang serba luas, maka untuk keperluan itu lalu dibuat bangunan tambahan. Agar suasana perjamuan tampak indah serasi dan semarak, bangunan tambahan tersebut dihias dengan gba-gaba, berupa janur (daun kelapa yang masih muda), pelisir pare-anom (hijau-kuning) atau gula-kelapa (merah-putrih) dsb. Pemasangan bangunan tambahan, gaba-gaba beserta ragam hiasnya tersebut disebut tarup. Tarup merupakan awal kegiatan perlatan mantu. Berbarengan dengan tarup tersebut disertakan upacara selamatan (wilujengan) yang berisi doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Nabi Rosul dan para leluhur, agar peralatan perkawinan dapat berjalan lancar dan selamat sehingga tercapai apa yang diharapkan.
a.       Selamatan Rasulan
Berupa nasi wuduk (nasi gurih) disertai lauk pauk ayam opor wutuh (ingkung), kedelai hitam goreng, rambak, ulam/lalaban (lombok merah, bawang merah, mentimun), garam, pisang raja dua sisir (setangkep), bunga telon (telu = tiga, yakni : mawar, melati, kenanga).
Dengan selamatan ini dipanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa beserta Rasulullah, untuk mohon doa dan barkah.
b.      Nasi Asahan
Nasi biasa dengan laup pauk : gereh goreng, rempeyek, tempe kripk, bihun goreng, bergedel, sambel goreng lotho (isi kacang panjang) tumis buncis, daging “kebo siji” digoreng (kebo siji = seekor kerbau, yakni berupa kumpulan dari berbagai bagian daging kerbau) dan krupuk. Selamatan ini disertakan panjatan doa untuk Tuhan Yang Maha Esa dan para leluhur (nenek moyang yang dimuliakan).
c.       Nasi Golong
Nasi golong-golong, tiap dua golong dibungkus dengan daun pisang menjadi satu supit (satu supit = satu bungkus). Jumlah supit mengambil bilangan gasal, misalnya : 5, 7, dan 9 supit. Lauk pauknya sama dengan lauk pauk nasi asahan, ditambah : pecel ayam (ayam goreng dirajang atau dicincang dan dibumbui ramuan bumbu rujak) dan sayur menir (sayur segar terbuat dari daun bayam diberi biji jagung muda).
Nasi golong beserta perangkatnya melambangkan permohonan agar tercipta kemanunggalan antara hamb (manusia) dengan Tuhan Yang Maha Esa.
d.      Ketan, Kolak dan Apem
Baik ketan, kolak maupun apem kesemuanya mengandung makna untuk memuliakan para leluhur. Untuk setiap jumlahnya dibuat gasal. (ganjil Jw.).

2.      UPACARA BUANGAN (bucalan, Jw).
Pengadaan sesaji untuk roch halus (yang baik maupun yang tidak baik) agar menjaga segala penjuru bumi, sumber air, kekayuan besar, dsb. Sehingga tidak ada yang mengganggu bahkan diharapkan membantu.
Macamnya buangan :
a.       Pecok bakal, terdiri dari :
Biji kacang-kacangan (kedelai, kacang ijo, kacang tholo), jagung, kluwak, kemiri berkulit, telor ayam mentah, gantal (lintingan daun suruh/sirih), daun dadap serep, trasi, bawanh merah( brambang), bawang putih, lombok, gula kelapa, garam, empon-empon, rajangan daging/isi kelapa dan uang logam.
Kesemuanya ditempatkan dalam takir besar atau panjang ilang (anyam-anyaman seperti bakil terbuat dari daun kelapa muda).
b.      Gecok mentah, terbuat dari :
Daging sapi mentah dipotong-potong atau dicacah kecil-kecil, dibumbui bawang, lombok, garam, kencur, santan (dalam sudi/takir kecil). Diwadahi takir yang kemudian ditempatkan pada pojok-pojok pekarangan, pojok rumah, sumur, jamban, dam pemasangannya diwaktu malam.

3.      MENYIAGAKAN BERAS DIPEDARINGAN
Bapak dan Ibu yang akan mengadakan peralatan (punya kerja) untuk keperluan menyiagakan beras menyiapkan diri dengan berpakaian Jawa. Ibu mengenakan kain tuluh watu dan kebaya lurik. Ibu menggendong bakul (tenggok) berisi beras, sedangkan ayah mendampinginya. Keduanya masuk kedalam rumah terus menuju ke pedaringan (pedaringan = tempat penyimpanan beras keluarga) untuk memasukkan beras (nginggahaken wos = memasukkan/menyiagakan beras yang akan digunakan untuk keperlian mantu).

4.      UPACARA TANAK NASI
Ibu dibantu bapak, mengambil beras dari pedaringan terus dibawa ke sumur. Bapak mengambilkan air. Ibu mencuci beras (mususi). Beras dibawa kedapur. Bapak menyalakan api dapur. Ibu memasukkan beras kedalam kukusan (kerucut nasi). Itulah upacara menanak nasi. Setelah itu kegiatan menanak nasi dilanjutkan orang lain.

5.      PASANG TUWUHAN (tuwuh = tumbuh, tuwuhan = tetumbuhan)
Pemasangan tuwuhan mengandung maskdu agar kedua mempelai dikemudian hari dapat dikaruniai tuwuh (turunan) yang baik, yakni menusia utama.
a.       Tempat pemasangan :
-          Dimuka rumah
-          Dipintu kamar mandi tempat bermandi pengantin (siraman)
b.      Jenis tetumbuhan :
Diambilkan dari tetumbuhan yang dipandang mempunyai nilai atau arti yang baik, antara lain :
1.      Setandang pisang suluhan, lengkap dengan batangnya (suluh = matang dibatang, tidak karena diperam).
Dipasang dimuka pintu rumah tempat menyelenggarakan peralatan. Hal itu dikandung maksud, mudah-mudahan bagi yang punya kerja dapat memiliki hati yang terang dan roman yang cerah.
2.      Cengkir gading (kelapa muda warna gading/kuning), menunjukkan pikiran yang cerah penuh kemantapan.
3.      Tebu Wulung batangan, melambangkan jiwa yang disertai keteguhan pendirian.
4.      Daun keluwih seikat, mudah-mudahan penyelenggaraan peralatan tidak kekurangan suatu apa, bahkan diharapkan serba lebih.
5.      Daun ilalang, semoga tidak ada hambatan atau halangan suat apa.
6.      Daun apa-apa, agar terhindar dari kerusakan atau gangguan yang berupa apapun juga.
7.      Padi seikat, bersama.
8.      Dahan dan bunga / bungkah bunga kapas, semoga selalu sejahtera lahir batin, cukup sandang cukup pangan.
9.      Ranting dan daun beringin, semoga selalu mendapatkan perlindungan (pengayoman).
10.  Pengaron berisi kembang setaman, ditempatkan dibawah tuwuhan. Itu sebagai suatu penghormatan terhadap Dewa penjaga wisma dan Dewi Sri. (Pengaron = keramik sebangsa kuali terbuat dari tanah).

6.      SIRAMAN PENGANTIN PUTRI
Siraman pengantin putri dilaksanakan sehari sebelum ijab nikah.
a.       Sesaji dan perlengkapannya :
Tumpeng robyong, adalah tumpeng nasi yang pada puncaknya ditancapkan lauk pauk bersunduk.
Jenis-jenis lauk pauk bersunduk antara lain :
Telor ayam rebus, brambang-lombok merah, ikan laut goreng, daging goreng, tempe goreng, kembang mawar-melati-kenanga. Diseputar bakul ditancapkan : sundukan terong mentah berbelah, sayuran dan kacang panjang.
Jumlah sundukan disesuaikan dengan jumlah bakul dan tumpeng dan diatur serasi mungkin. Pada dinding luar bakul dihias dengan daun pisang dicabik-cabik keci-kecil (disuwiri), Jw) sehingga tampak indah robyong-robyong.
Tumpeng robyong ditempatkan / diletakkan ditempat upacara siraman.
b.      Perlengkapan siraman :
1.      Air siraman, air jernih dan bersih ditaburi kembang mawar, melati dan kenanga.
2.      Tikar bangka, tikar pandan, daun apa-apa terbungkus kain mori.
c.       Jalannya upacara siraman
Setelah mohon doa restu ayah dan ibu, calon pengantin putri terus diantar ketempat siraman, disilakan duduk diatas bangku yang beralaskan tikas bangka, tikar pandan, dsb. Dimulailah upacara siraman. Yang paling dahulu menyiram adalah sesepuh yang tertua. Setelah para sesepuh selelsai menyiram baru ayah dan ibu, yang terakhir adalah juru rias pengantin.
Ada juga suat adat upacara, yakni pada waktu siraman ayah dan ibu menyiram calon pengantin putri dengan menggunakan air yang diwadahi kelnting atau kendi (klenting = keramik berbentuk seperti tempayan yang dalam ukuran kecil). Selesai menyirami kendi atau klenting terus dibanting dilantai sampai pecah, drisertai ucapan “Wis pecah pamore” (sudah terbuka citranya).
d.      Paes (berias)
Selesai siraman calon pengantin putri diiringkan juru ruas (juru paes) menuju keruang atau kamar pengantin untuk dialub-alubi (dikerik rambut/bulu diatas dahi).
Pada waktu dirias calon pengatin putri duduk diatas tikar bangka, tikar pandan, daun apa-apa, kain letrek (merah, hijau, kuning, hitam) terbungkus kain berwarna.
Sesaji paes :
Kelapa wutuh, kemiri berkulit 3 biji, kluwak 3 biji, kacang-kacangan, jagung, beras, kain letrek, kaca kecil, bedak, minyak wangi, telor ayam mentah, gula kelapa setangkep, benang lawe, kendi kecil, jodog, seperangkat sirih, kembang boreh (usar), pisang raja setangkep (setangkep = sepasang, dua sisir). Kesemuanya diwadahi nyiru (tampah) baru beralaskan daun pisang.
Selesai dialub-alubi calon pengantin putri berdandan dengan dibantu juru rias terus datang menghadap para tamu untuk memohon doa restu.
Ada juga suatu adat, setelah pengantin putri selesai siraman ada sementara sesepuh putri yang membawa air siraman ketempat pengantin pria.

7.      UPACARA JUAL DAWET
Berbarengan dengan upacara siraman diadakan juga kegiatan jual dawet. Ibu penjualnya, sedangkan ayah membantu memayungi ibu. Para tamu berdesakan membeli dawet, alat pembelinya hanya kreweng (pecahan genting). Kegiatan jual dawet dilakukan pada waktu siang hari, sehingga para tamu yang hadir dapat bermai-ramai dengan suka ria ikut membeli dawet. Kegiatan tersebut melambangkan harapan semoga pada saat diselenggarakan peralatan dapat tercipta suasana meriah dan penuh gembira, seperti suasana pada waktu jual dawet.

8.      MIDODARENI
Malam midodareni, semua persiapan diusahakan sudah tuntas, penuh siaga menyongsong datangnya saat peralatan. Dalam malam midodareni biasanya dilakukan upacara jonggolan, yaitu datangnya calon pengantin pria ketempat calon pengantin putri.
Kedatangannya mempunyai dua arti :
  1. Untuk penuntasan semua peralatan semua penataan dari pihak pemerintah yang berhubungan dengan ijab nikah.
  2. Untuk menunjukkan diri kepada pihak pengantin putri, bahwa calon pengantin pria sudah benar-benar siaga. Dengan demikian dapat membuat tenang dan gembira pihak pengantin putri.
Sehubungan dengan midodareni ada hal-hal yang perlu dipaparkan, antara lain:
a.       Nyantri atau nyantrik, yakni penyediaan kesempatan kepada calon pengantin pria untuk tinggal beristirahat beberapa waktu didekat tempat peralatan, karena mungkin rumah calon pengantin pria agak jauh.
b.      Kembar mayang
Terbawa cerita kuna, bahwa pada waktu midodareni para Dewa dan Dewi berdatangan ketempat pengantin putri, menghantar calon pengantin pria dengan membawa kayu Dewadaru Jayadaru yang berdaun kencana. Pada dewasa ini, kembar mayang adalah berupa gubahan yang menggambarkan tumbuhan indah, terhias dengan janur kuning, bunga dewadaru yang kekuning-kuningan dan lain-lain. Dua buah (sepasang) kembar mayang menggambarkan suatu berkah dari Yang Maha Esa. Oleh karenanya dalam kesempatan yang sama diadakan upacara pengupayaan (nebus) kembar mayang. Upacara pengupayaan kembar mayang ada yang meniru Kraton Surakarta. Ada pula disertai tetembangan (tembang Dandanggula). Hal itu mengandung maksud agar mendapat mendapat pengaruh kewibawaan Nabi dan para Wali. Kembar mayang dibawa masuk kedalam rumah peralatan disertai gending “ilir-ilir”, kemudian ditempatkan didepan petanen.
c.       Srah-srahan
Yakni suatu upacara penyerahan barang-barang (raja peni, guru bakal guru dadi) sebagai tanda kasih sayang kekeluargaan. Penyerahan tersebut dari pihak calon pengantin pria kepada pihak pengantin putri, dan dapat dilaksanakan pada malam midodareni.
d.      Majemukan
Suatu selamatan khusus yang dilaksanakan pada tengah malam. Perlengkapannya sama dengan selamatan rasulan. Selamatan ini mengandung suatu harapan, mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa, Rasul dan leluhur mudah-mudahan berkenan meberikan rakhmatnya, agar niat dan rencana mengadakan peralatan dapat berlangsung dengan mudah, semalat tiada aral suatu apa.


9.      IJAB NIKAH
Ijab nikah merupakan upacara paling resmi dalam perkawinan, yakni penetapan secara syah menurut peraturan negara dan agama yang dianutnya. Ada beberapa adat yang bertalian dengan ijab nikah ini, antara lain :
-          Dalam upacara ijab nikah menurut Islam, kalau pengantin pria mengenakan pakaian Jawa, sewaktu ijab nikah keris perlu dilepas sebentar (sekalipun sebenarnya ajaran agama Islam tidak menetapkan hal tersebut).
-          Sebaliknya ada yang berpendirian, sewaktu upacara ijab nikah keris tidak boleh (tidak usah) dilepas, dan kalau dilepas bahkan dipandang kurang lengkap.
a.       Pasrahan
Kalau upacara ijab nikah dilaksanakan dirumah calon pengantin putri, datangnya calon pengantin pria diantar para sesepuh, berpakaian sederhana dan sepantasnya. Setelah tiba dirumah calon pengantin putri maka para sesepuh yang memasrahkan (menyerahkan) kepada pihak besan. Apabila upacara ijab dan peralatan berurutan, oleh karenanya calon pengantin lelaki beserta pengiringnya sudah berpakaian lengkap.
b.      Sesaji nikah
Dipasang didekat berlangsungnya upacara ijab, berupa : cikal, tebu wulung (dipotong-potong), bokor berisi beras, kelapa wutuh, gula kelapa setangkep, seperangkat sirih, benang lawe, padi, pisang raja setangkep (tiap sisir jumlahnya genap) dan ayam jantan (jagoan).
c.       Mas kawin
Diadakan dalam suatu upacara ijab menurut agama Islam. Maskawin berupa suatu barang yangdiatur menurut kemampuan dan kecondongan perasaan keindahan calon pengantin pria. Penyerahan maskawin dilakukan dalam serangkaian upacara ijab, dari calon pengantin pria kepada calon pengantin putri.
-          Pada dahulu kala, mas kawin ada yang berupa selaka (perak) putih setael beratnya dan “dipinjam” (diutang). Hal itu ada yang mengartikan sebagai lambang, bahwa selamanya pihak pria merasa mempunyai kewajiban dan tanggungkawab terhadap pihak putri.
-          Akhir-akhir ini, mas kawin dapat berupa berbagai macam barang, misalnya Al-Quran, uang, hewan rajakaya, dsb. Pada umunya dilunasi sekali atau sudah diserahkan sebelumnya.


10.  UPACARA PANGGIH (TEMU)
Upacara ini melambangkan pertemuan awal antara pengantin wanita (putri) dengan pengantin lelaki (pria) yang masing-masing masih dalam keadaan suci, upacara panggih (temu) adalah adat kuna kejawen (adat Jawa) yang didasarkan pada hal-hal sbb :
-          Perjodohan ditetapkan oleh orangtua yang didasari pertimbangan : bibit – bobot – bebet, demi kelangsungan dan keselamatan rumah tangga dikemudian hari.
-          Pada waktu pernikahan mungkin kedua calon pengantin belum begitu saling mengenal, bahkan ada yang belum pernah saling bertemu. Maka pernikahan atau pembentukan keluarga baru itu diawali dengan upacara pertemuan (upacara panggih).
Jalannya upacara panggih :
a.       Pengantin putri ditampilkan
Setelah segala sesuatu selesai dipersiapkan dan sampailah pada waktu yang direncanakan, pengantin putri keluar daru rumah dalam, dibimbing dan ditampilkan keluar, kemudian disilakan duduk dikursi pengantin yang berhias indah dimuka petamen (krobongan). Dengan tenang pengantin putri menanti (menganti) datangnya pengantin pria.
b.      Pengantin pria datang
Datangnya pengantin pria ada yang diatur dengan jemputan dari pihak pengantin putri, dan ada juga yang langsung datang tanpa jemputan. Kedatangan pengantin pria sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, biasanya diantar oleh para keluarga dan diapit 2 orang sesepuh pria, serta diketuai (diketuai) seorang sesepuh yang terpercaya.
c.       Tebusan
Apabila beberapa waktu sebelum datangnya pernikahan calon pengantin pria dititipkan mengabdi (nyantri, nyantrik) pada keluarga calon pengantin putri, maka pada menjelang upacara panggih calon pengantin pria ditebus oleh pihak pengantin pria. Dengan tebusan itu dipancang calon pengantin putri dan pria kembali sama derajadnya.
d.      Pasrahan
Dilakukan sesaat menjelang panggih (temu). Sesepuh pria menyerahkan pengantin pria kepada pihak keluarga pengantin putri. Hal ini dilakukan apabila upacara ijab dan panggih berbeda waktunya. Kalau ijab nikah dan panggih bersamaan dan berurutan waktunya, maka upacara pasrahan tidak dilakukan lagi.
e.       Nganti (membimbing) pengantin
Selesai pasrahan, pengantin pria telah diterima pihak pengantin putri. Pembimbing / pengapit pengantin pria diganti sesepuh dari pihak pengantin putri. Pengapit tersebut adalah orang-orang terpandang, terpilih, berwibawa, pernah mantu dan masih lengkap bersuami istri.
f.       Panggih (temu)
·         Pengantin putri diapit dua orang sesepuh wanita (biasanya istri pengapit pengantin pria) dibimbing berjalan pelan-pelang menuju tengah-tengah perjamuan.
·         Pengantin pria diapit dua orang sesepuh pria, berjalan pelan-pelan menuju tengah-tengah ruang perjamuan.
·         Ditempat dilangsungkannya upacara panggih (tengah-tengaj ruangan) telah disiapkan seperangkat upacara, yakni : bokor besar berisi kembang setaman, telor ayam mentah, alas kaki (keset), handoek kecil, gelas berisi air bersih. Ibu mempersiapkan kain sindur, sedangkan ayah memperhatinan dan menantikan dari kejauhan.
·         Balangan (lempar gantal)
Berlangsungnya upacara panggih dihormati dengan gendhing kodokngorek. Setelah kedua pengantin agak dekat jaraknya, sebelum benar-benar bertemu (panggih) kedua mempelai saling melemparkan gantal (balangan gantal). Pada waktu dahulu pengantin prialah yang memulai melemparkan gantal kearah pengantin putri, kemudian pengantin putri membalas melemparkan gantal kearah pengantin pria. Hal itu mengandung maknda, bahwa dalam pertemuan pria dan wanita, pihak prialah yang mengawali memberikan ajakan. Dewasa ini, dalam lemparan gantal antara pengantin pria dan putri saling berebut awal.
·         Menginjak telor / wiji dadi
Selesai lempar gantal, pengantin pria menginjak telor ayam. Zaman dahulu justru pengantin putri yang menginjak telor dihadapan pengantin pria. Hal ini melambangkan bahwa pengantin putri sudah siap menerima wiji (bibit) dari pengantin pria.
·         Mencuci kaki
Setelah pengantin pria menginjak telor sampai pecah, pengantin putri menyatakan baktinya kepada suami, dengan berjongkok dihadapan suaminya terus mencuci kedia kaki suaminya dengan kembang setaman yang telah tersedia. Dewasa ini berkembang pandangan bahwa derajad wanita sama dengan pria, untuk mengimbangi baktinya pengantin putri kemudian pengantin pria membalas kasih, membantu istrinya berdiri dengan menarik tangannya.
Kelengkapan lain sehubungan dengan upacara panggih :
-          Sesepuh yang memimpin upacara panggih memberi doa restu dengan mengusap dahi kedua pengantin dengan air kembang setaman.
-          Kedua pengantin diberi minum air putih.
-          Kedua pengantin saling menukar cincin kawin.
g.      Bergandeng tangan (kanten asta)
Kedua pengantin berdiri berdampingan dan bergandengan tangan (pengantin putri berada disebelah kiri)
h.      Selimut sindur
Ibu pengantin putri menyelimuti kedua pengantin dengan kain sindur. Setekah itu kedua pengantin berjalan pelan-pelan menuju pelaminan (tempat duduk pengantin), diiringkan ayah dan ibu. (berlangsungnya upacara panggih diiringi gendhing kodokngorek dan bersambung gendhng Ketawang Larasmaya).
i.        Upacara pangkon
Upacara ini dilaksanakan setelah kedua pengantin duduk bersanding dipelamin. Ayah berdiri ditengah-tengah diantara pengantin putri dan pria. Pengantin pria disilakan duduk diatas lutut sang ayah yang kanan, sedangkan pengantin putri diatas lutut yang kiri. Ibu berdiri dihadapan mereka bertiga, terus bertanya kepada ayah : “Berat mana Pak?” ayah menjawab : “Sama berat”. Hal itu menunjukkan bahwa :
-          Ada keseimbangan antara pengantin putri dan pengantin pria
-          Kasih sayang ayah dan ibu terhadap mempelai berduapunseimbang pula.
j.        S
Jalannya upacara :
Pengantin pria menuangkan isi keba kepangkuan pengantin putri dan diterima dengan kain sindur. Diatur sedemikian rupa agar isi keba tidak habis sama sekali dan tidak ada barang satupun yang tercecer.
k.      Dulangan (saling menyuap nasi)
Untuk melambangkan kerukunan yang serasi antara suami dan istri, maka kedua pengantin baru tersebut saling menyuapkan nasi pengantin sebanyak tiga kali.
l.        Upacara bubak kawah
Upacara ini dilaksanakan apabila pengantin putri merupakan putri pertama yang dimantu.
Jalannya acara :
Ayah dan ibu berdiri didepan dan menghadapi pengantin berdua dengan membawa minuman berupa rujak dan tape ketan. Ayah minum seteguk sambil berkata :”segar nian rasanya, semoga dapat membuat segar bagi mereka yang baru berkeluarga”. Dilanjutkan ibu minum seteguk. Setelah itu minuman diserahkan kepad apengantin berdua untuk diminum. Kedua pengantin meminumnya, disertakan harapan semoga kedua pengantin segar bugar dan segera dianugerahi putera.

11.  BESAN DATANG BERKUNJUNG (Mertui, Tilik Pitik)
Setelah semua acara diatas selesai, datanglah besan (ayah-ibu pengantin pria) ditempat perjamuan. Bapak dan Ibu yang punya kerja segera menjemput kedatangan besan dan menyilakan duduk ditempat khusus yang telah disediakan.

12.  SUNGKEMAN
Pengantin putri dan pria dibimbing oleh sesepuh (putri) datang menghadap ayah dan ibu dari kedua keluarga untuk menyatakan rasa hormat dan baktinya serta mohon doa restu. Pengantin pria yang mengawali berbakti kepada ayah, diikuti pengantin putri, begitu berturut-turut sampai selesai.

13.  PENGANTIN KIRAB
Setelah agak lama sepasang pengantin duduk dipelaminan, mereka berdua dipersilakan meninggalkan tempat duduk, masuk kedalam ruang perjamuan, dengan dihantar seorang sesepuh, pengantin menghadap par atamu untuk memohon ndasihat dan doa restu.
-          Pada waktu dahulu, suatu perjamuan yang tamunya tidak begitu banyak, dalam acara kirab sepasang pengantin yang datang menghadap para tamu untuk mohon doa restu.
-          Waktu akhir-akhir ini, mengingat perjamuan biasanya dihadiri tamu yang jumlahnya cukup besar dan waktu perjamuannya biasanya singkat, maka dalam acara kirab sepasang pengantin tidak sempat datang menghadap tamu satu demi satu. Dengan dipimpin oleh seorang sesepuh, sepasang pengantin diiringkan oleh sejumlah putri domas (ramaja putri berhias indah) dan beberapa anggota keluarga atau saudara pengantin putri, berjalanlah dengan pelan-pelan meninggalkan pelaminan dan menuju kamar pakaian untuk berganti pakaian. Selama perjalanan kirab semua tamu sempat menyaksikan dan memberi doa restu.

14.  PERJAMUAN dan BUBARAN
Setelah semua acara selesai dijalankan, sebelum meninggalka ruang perjamuan para tamu sempat memberi doa restu kepada sepasang pengantin dan berkesempatan pula minta diri kepada yang empunya kerja, kedua besan dan kepada sesepuh yang mungkin mendampingi. Jabatan tangan antara tamu dengan mereka dilakukan didepan rumah perjamuan.

15.  NGABUH KEMBAR MAYANG
Dengan selesainya acara peralatan (perjamuan), kembar mayang yang dipinjam dari “kadewatan” segera dikembalikan (dilabuh). Sepasang kembar mayang dibuang (dilabuh) ditengah perempatan jalan besar.
(keterangan mengenai kembar mayang termuat pada halaman berikutnya)


























KEMBAR MAYANG

Kembarmayang adalah suatu gubahan indah yang dibuat secara khusus untuk keperluan mantu. Turunnya kembarmayang melambangkan turunnya Batara Kamajaya dan Dewi Ratih ke mayapada, menjalankan utusan Hyang Girinata, menyerahkan kembang kusumaasmara kepada umatnya yang sedang menjadi pengantin. Kembarmayang adalah milik dewa dan dipijamkan kepada orang yang sedang punya kerja mengadakan peralatan perkawinan (mantu). Dengan peminjaman itu terkandung maksud, bahwa ada tuah dan barkah dari dewa kepada mereka yang sedang menjadi pengantin, agar mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan. Berhubung barang tersebut pinjaman, maka setelah peralatan selesai segera dikembalikan, dengan jalan melabuh kembarmayang tersebut.
Upacara menyambut “turunnya kembarmayang” mulai diadakah sejak KG. Susuhunan PB IV di Suakarta bertakhta. Turunnya kembarayang diwaktu malam sebelum pengantin panggih, dihormati dengan urut-urutan (lagu-lagu) “Dandanggula penganten” dan gendhing “Ilir-ilir penganten”.

Tata urutan penyambutan turunnya kembarmayang :
1.      Sepasang kembarmayang dan dua buah cengkir gading (kelapa muda kuning) ditata dipendapa bagian depan. Dibelakangnya duduk seorang tua (Dewa), kanan-kirinya berjajar putri-putri (Bidadari) yang nantinya akan membawa cengkir gading. Dibelakang sesepuh ada putra (widadara), dua diantaranya nanti akan dipercaya membawa sepasang kembarmayang.
2.      Dipintu besar berdirilah Bapak dan Ibu yang punya kerja, dihadap seorang lelaki yang nantinya akan dipercaya mencari kembarmayang.
Ujarnya :
+ “ Hadhi, wekdal punika kula gadhah perlu mantu, anak kula estri pun ........, calon kadhaup dening ........, putranipun ........ Ingkang punika kula nyuwun tulung, kersoa ngupadi sarat sarana amrih wilujeng sedayanipun, nyumrambahana dhateng kasembadaning sedyanipun ingkang dados penganten. Nyumanggakaken” .
- “  Kangmas sampun terang dhawuhipun Kangmas. Ingkang punika kula hamung sadarmi nglampahi keparengipun Kangmas sekaliyan. Kula nyuwun pangestu angsala damel lampah kula, punapa dene pinarengna ing Pangeran Ingkang Maha Agung “.
3.      Utusan berangkat menuju arah kembarmayang yang telah ditata dengan diiringi gendhing ayak-ayakan. Sesampai ditempat kembarmayang utusan duduk dekat dan menghadap kembarmayang.
Ujarnya :
+ “ Kisanak, sampun kirang ing pemengku, tumrap klinta-klintunipun pisowan kula. Mugi ndadosna ing kawuningan, kula kapitados ing sedherek kula sepuh, minangka kawilujengan anggenipun badhe gadhah damel mantu, kula pinitados ngupadi sarat sarana. Mugi kisanak paring pambiyantu, angsala damel lampah kula. Kula sumarah, nuwun”.
-          ” Kisanak, sampun sakleresipun panjenengan pinarak ing ngriki. Awit sayektosipun kula kadhawuhan dening sesepuhing Dewa, ngreksa lan maringaken sarat sarana kados ingkang panjenengan ngendikakaken. Inggih punika ingkang nama kembarmayang, inggih pepethaning wit Kalpataru Dewadaru. Pinarengaken ngampil, sinartan kaparingan wewarah gegebenganipun ingkang sami nambut silakrama. Pramila, mangga sesarengan kaliyan mandhaping kembarmayang sapirantosipun, hamung kula suwun manggatosna suraosipun atur kula”.
Dilanjutkan dengan menembangkan Dandanggula dua pupuh
  1. Ratri iki kinayoman mugi,
Dadya hayu kalis ing rubedane,
Nama wit Kalpataru,
Miwah Dewadaru puniki,
Hantuk kersaning Dewa,
Salugu kagadhuh,
Ratu miwah kang akrama,
Hingasta pra Widadara Widadari,
Hander maring bawana.
  1. Yekti iki nungrahaning Widhi,
Aji sarat nambut silakrama,
Srana kang kondur bakale,
Hamore hestri jalu,
Dadya tedhak turuning wiji,
Ilang salwiring godha,
Putra tekeng putu,
Ucap esthining wong tuwa,
Runtut atut tumeka kaki lan nini,
Hayem tentrem uripnya.

4.      Setelah uran-uran (tembang / lagu) tersebut selesai, bersama-sama terus berangkat menuju kedepan pintu besar disertai gendhing “Ilir-ilir penganten” :
   Lir-ilir lir-ilir tandure wus sumilir,
Kang ijo royo-royo kasembuh penganten anyar,
Cah angon cah angon peneken blimbing kuwi,
Lunyu-lunyu peneken gawe masuh dodotira,
Dodotira bedhah aneng pinggire,
Domana jlumatana kanggo seba mengko sore,
Mumpung padhang rembulane miwah kalangene,
Yo surak ayo surak ayo”.
Tetembangan ilir-ilir diatur sedemikian rupa sehingga berakhirnya berbarengan dengan pembawa kembarmayang sampai didepan pintu besar. Utusan segera melaorkan hasil perjalanannya.
- “  Kangmas, sampun kaparengaken dening Pangeran Ingkang Maha Asih. Sarat sarana sampun wonten ing ngarsa panjenengan sekaliyan. Hamung kersoa Kangmas nampi warahipun ingkang maringaken ngampil, mugi dipun ngendikakna dhumateng putra penganten, inggih catur wedha kados ing ngandhap punia :
1.      Manten lanang, rehne wus ngemong wong wadon, tandang tanduke kudu wus beneh lawan nalikane isih jaka. Mangkono uga manten wadon, kudu ngerteni yen wus ana kang ngemong. Mula ing tumindake tansah netepana wanodya kang wus ora lamban.
2.      Manten sakarone, jroning batin, sungkema marang maratuwa kadi dene marang wong tuwane dhewe. Awit kang padha mangun bebesanan pengrengkuhe marang mantu uga kaya marang anake dhewe.
3.      Urip ing bebrayan agung, wajibe netepi hangger-hanggering praja. Pikolehe, pinutra ing Nata miwah kinasih ing sasama.
4.      Ngestokna dhedhawuhaning Pangeran lan singkirana wewalering Kang Maha Kawasa. Warahing piyandel utawa Agama kang den anut, tindakna ing sadina-dina, dimen ayem tentrem lahir batin kang pinanggih.
+ “ Hadhi, sanget ing panuwun kula. Sadaya badhe kula estokaken. Kembarmayang sapirantosipun lajeng kapapana ing sangejenging petanen. Sumangga”.
Dengan tenang dan perlahan-lahan utusan menempatkan kembarmayang didepan petanen. Sejak memulai berangkat, menempatkan, hingga kembali dhormati dengan gendhing Ladrang Wilujeng.





“ UPACARA SELESAI “













DANDANGGULA SAWABING NABI LAN WALI

Untuk menyambut turunnya kembarmayang ada cara yang berbeda dengan keterangan diatas. Perbedaannya terletak pada tembang “Dandanggula penganten” diganti dengan “Dandanggula sawabing Nabi lan Wali”.
Kidung tersebut ditembangkan oleh utusan sebagai penebus akan turunnya kembarmayang.
Bait-bait yang ditembangkan antara lain :
  1. Ana kidung rumeksa ing wengi,
Teguh ayu luputa ing lara,
Luputa bilahi kabeh,
Jim setan datan purun,
Peneluhan tan ana wani,
Miwah panggawe ala,
Gunaning wong luput,
Geni temahan tirta,
Maling adoh tan ana ngarah mring mami,
Guna duduk pan sirna.
  2.  Sakehing lara pan samya bali,
Sakehing ama sami miruda,
Welas asih pandalune,
Sakehing braja luput,
Kadi kapuk tibaning wesi,
Sakehing wisa tawa,
Sato galak tutut,
Kayu aeng lemah sangar,
Songing landhak guwaning mong lemah miring,
Myang pakiponing merak.

  3. Pagupakaning warak sakalir,
Winacakna ing segara asat,
Temahan rahayu kabeh,
Dadi sarira ayu,
Ingideran pra widadari,
Rineksa ing malaekat,
Sakathahng Rasul,
Pan dadi sarira tunggal,
Ati Adam utekku Baginda Esis,
Pangucapku ya Musa.
  4. Napasku Nabi Ngisa linuwih,
Nabi Yakup pamirsaning wang,
Yusup ing rupaku mangke,
Nabi Dawud swaraku,
Njeng Suleman kasekten mami,
Nabi Ibrahim nyawa,
Edris ing rambutku,
Bagendhali kulit ingwang,
Abubakar getih daging Umar Singg...
Balung Bagendha Ngusman.

5.   Sumsumipun Fatimah linuwih,
Siti Aminah bayuning angga,
Ayup minangka ususe,
Nabi Nuh ing jejantung,
Nabi Yunus ing otot mami,
Netraku ya Muhammad,
Panduluku Rasul,
Pinayungan Adam sarak,
Sampun pepak sakathaing para Nabi,
Dadya sarira tunggal.


Urutan selanjutnya dapat disamakan, sedangkan wewarah dapat disesuaikan dengan keinginan yang empunya kerja.

2 komentar:

  1. Sudah menjadi SALAH KAPRAH. Pelaksanaan PANGGIH dengan IJAB.

    Kebanyakan tulisan mengatakan acara panggih HARUS DILAKSANAKAN setelah acara IJAB. Coba kita bertanya MENGAPA …. ???? inilah karena kita mencampuradukkan antara pernikahan ADAT dengan pernikahan AGAMA.

    Harusnya TIDAK BOLEH begitu. PERNIKAHAN AGAMA itu sifatnya HARUS MENGESAHKAN terjadinya PERNIKAHAN ADAT. Bukan sebaliknya.

    Apa sebenarnya yang terjadi manakala IJAB dulu baru PANGGIH. Yang terjadi adalah SELURUH rangkaian acara mulai dari pemasangan BLEKETEPE sampai dengan Malam Midodareni …. menjadi GUGUR MAKNANYA … karena SEBELUM acara PANGGIH, kedua calon Pengantin SUDAH HARUS KETEMU DULU …. untuk kepentingan ACARA IJAB.

    Kalau kita mau melaksanakan secara benar, seharusnya acara PANGGIH dilaksanakan dahulu, kemudian baru DISAHKAN SECARA AGAMA dengan proses IJAB KABUL, atau Penerimaan Sakramen Perkawinan, atau acara keagamaan lainnya yang sifatnya MENGESAHKAN rangkaian acara ADAT tersebut. Setelah SAH baru RESEPSI.

    Dengan demikian, Makna acara adat secara LENGKAP terpenuhi, dan PENGESAHAN SECARA AGAMA juga terpenuhi.

    Demikian semoga para Juru Paes memahami peran AGAMA sebagai YANG MENGESAHKAN PERNIKAHAN TERSEBUT, tanpa mengurangi MAKNA LUHUR RANGKAIAN UPACARA ADAT yang Adi Luhung warisan Leluhur kita.

    BalasHapus